Pemerintahan IEA Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan menghadapi tantangan terbesar sejak pengambilalihan Kabul pada 2021, yakni keterisolasian geopolitik. Sebagai negara yang terkurung daratan, Afghanistan tidak memiliki jalur laut sendiri untuk perdagangan internasional. Kondisi ini membuat Afghanistan bergantung pada negara tetangga, terutama Pakistan dan Iran, dalam hal akses ekspor dan impor. Namun, hubungan yang dinamis dan penuh ketegangan dengan kedua negara itu membuat Kabul terus mengembangkan opsi baru.
Salah satu kemungkinan yang mulai diperbincangkan adalah peluang Afghanistan masuk dalam orbit pakta pertahanan Saudi–Pakistan. Pakta tidak tertulis ini sejatinya sudah terjalin selama puluhan tahun. Pakistan sering mengirim pasukan untuk melatih militer Arab Saudi, sementara Saudi berkali-kali menyelamatkan perekonomian Pakistan dengan bantuan finansial besar. Kabul melihat celah bahwa jika mereka bisa menempatkan diri di dalam kerangka kerja ini, akses ke laut akan lebih mudah terbuka.
Jika Kabul berhasil menjalin poros strategis dengan Saudi dan Pakistan, pelabuhan Karachi dan Gwadar di Pakistan bisa menjadi pintu utama ke dunia. Pelabuhan Gwadar, yang dikembangkan dalam proyek Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan, juga memberi nilai tambah karena terhubung dengan jalur perdagangan internasional yang ramai. Bagi Kabul, mengakses laut lewat Gwadar atau Karachi bisa mengurangi ketergantungan pada Iran yang sering diganggu hegemon AS dan Israel.
Arab Saudi memainkan peran penting dalam kemungkinan poros baru ini. Riyadh adalah salah satu dari tiga negara yang mengakui pemerintahan Taliban pada 1990-an, bersama Pakistan dan Uni Emirat Arab. Kini, Kabul ingin memulihkan hubungan itu dengan menjanjikan moderasi dan keterbukaan tertentu, didukung oleh kembalinya pengungsi Afghanistan dari Teluk yang sudah mengerti bahasa dan budaya Arab.
Dari sisi politik, Saudi memiliki posisi istimewa sebagai pemimpin dunia Islam Sunni. Dukungan Saudi terhadap Kabul akan memberi Afghanistan legitimasi yang selama ini gagal mereka dapatkan dari Barat. Lebih jauh, jika Saudi membuka pintu, negara Teluk lain seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Qatar berpotensi ikut melunak. Hal ini bisa mengubah peta diplomasi Kabul yang masih terbatas pada beberapa mitra seperti Rusia, Tiongkok, dan Iran.
Pakistan sendiri memegang peranan krusial dalam rencana ini. Sejak awal memerintah kembali, Kabuk memiliki hubungan erat dengan jaringan politik dan intelijen Pakistan, meskipun sering juga menimbulkan gesekan. Pakistan di satu sisi ingin melihat Afghanistan stabil, tapi di sisi lain khawatir Afghanistan kurang perduli dengan oponturir Taliban Pakistan (TTP) yang berkaitan dengan masyarakat perbatasan di wilayah Pakistan. Meski begitu, jika Saudi masuk sebagai sponsor, Islamabad bisa lebih yakin memberi ruang laut kepada Kabul.
Poros Saudi–Pakistan ini tidak hanya bersifat militer, tetapi juga bisa bertransformasi menjadi kerja sama ekonomi. Saudi bisa menawarkan investasi dalam pembangunan infrastruktur transportasi di Afghanistan, mulai dari jalan raya, rel kereta, hingga jalur pipa energi. Jika proyek ini berjalan, Afghanistan dapat mengekspor sumber daya mineral bernilai tinggi seperti litium, tembaga, dan kobalt ke pasar dunia melalui pelabuhan Pakistan.
Namun, jalan menuju poros ini penuh tantangan. Kabul kini juga menjalin hubungan dekat dengan Iran, terutama dalam bidang energi dan perdagangan lintas perbatasan. Hal ini bisa diseimbangkan dengan kepentingan Saudi sehingga Kabul menjadi titik hubungan kepentingan dua rival di kawasan. Kabul harus berhitung cermat agar tidak kehilangan dukungan dari Teheran yang sudah menjadi mitra dagang penting sejak Barat mengucilkan ekonomi Asia Tengah.
Selain Iran, Qatar juga menjadi variabel penting. Doha adalah mediator utama dalam negosiasi Taliban dengan Amerika Serikat yang berujung pada penarikan pasukan pada 2021. Hubungan Kabul dengan Qatar selama ini cukup hangat, dan sejaknsejarah dengan Doha masih menjadi simbol keterbukaan mereka terhadap dunia internasional.
Dari sisi ekonomi, Kabul bisa mendapatkan keuntungan besar jika berhasil mengakses laut melalui Pakistan. Saat ini, pemasukan negara masih banyak bergantung pada bea cukai lintas darat, penjualan paspor, serta pajak hasil tambang. Dengan akses laut yang stabil, Kabul bisa mengembangkan perdagangan internasional secara langsung tanpa melalui perantara. Hal ini sangat penting karena cadangan mineral Afghanistan diperkirakan bernilai triliunan dolar.
Kabul pun menghadapi dilema internal. Mereka ingin diakui dan mendapat akses ekonomi, namun sebagai pemain baru Afgjanistan harus bisa menunjukkan keunggulannya. Untuk bisa masuk dalam orbit Saudi–Pakistan, Taliban kemungkinan harus membuat konsesi, setidaknya dalam bidang pendidikan dan keunggulan teknologi. Kabul harus bisa meyakinkan kedua negara, Afghanistan bisa hadir untuk mendorong kemajuan bersama.
Meski begitu, sejarah menunjukkan Taliban cukup pragmatis dalam politik luar negeri. Saat mereka berkuasa di akhir 1990-an, Taliban menjalin hubungan erat dengan Pakistan meskipun sering terlibat perbedaan pandangan. Mereka juga menerima bantuan ekonomi dari berbagai aktor, walau tidak diakui secara luas. Kini, kebutuhan ekonomi mendesak bisa memaksa Kabul untuk lebih fleksibel dalam mencari mitra.
Bagi Saudi sendiri, masuk ke Afghanistan bisa menjadi peluang untuk memperluas pengaruh regional. Setelah menjalin rekonsiliasi dengan Iran pada 2023, Riyadh mulai mengambil peran yang lebih seimbang di kawasan. Namun, Saudi tetap ingin memastikan bahwa pengaruhnya di Asia Selatan tidak sepenuhnya dikuasai oleh Iran atau Tiongkok. Dukungan kepada Kabul bisa menjadi kartu strategis.
Pakistan juga akan mendapat keuntungan jika poros ini terbentuk. Islamabad selama ini menghadapi krisis ekonomi berkepanjangan, dan akses tambahan ke Afghanistan bisa memperkuat perdagangan lintas perbatasan. Jika Saudi mau berinvestasi, Pakistan akan mendapat tambahan cadangan devisa sekaligus memperkuat posisinya sebagai pintu gerbang laut bagi Afghanistan.
Namun, tantangan keamanan tetap menjadi batu sandungan. Afghanistan masih dituding memberi ruang bagi kelompok lintas batas yang mengganggu jalur ekonomi. Kerjasama lintas negara sebenarnya bisa membantu mengatasi tantangan itu
Di level domestik, Kabuk juga harus menghadapi kenyataan untuk memoerkuat ekonomi sebagian besar rakyat Afghanistan yang baru pulang dari pengungsian di berbagai negara. Meskipun perekonomian Afgjanistan bertahan melalui perdagangan lintas darat, akses ke laut adalah syarat mutlak untuk tumbuh lebih besar. Kesadaran ini mendorong Aghanistan semakin terbuka terhadap opsi kerja sama dengan aktor besar seperti Saudi dan Pakistan untuk bisa segera pulinh sebagaimana ekonomi Korea Selatan dan Vietnam paska konflik di masa lalu.
Jika Kabul benar-benar masuk dalam orbit poros Saudi–Pakistan, wajah geopolitik Asia Selatan bisa berubah signifikan. Afghanistan akan mendapatkan jalur laut strategis, Pakistan memperoleh mitra baru dalam mengamankan perbatasannya, dan Saudi menambah pengaruhnya di jantung Asia. Namun, keberhasilan poros ini akan sangat bergantung pada kemampuan Kabul menunjukkan pragmatisme politik.
Banyak pihak masih skeptis terhadap kemungkinan ini, namun wacana poros Saudi–Pakistan–Afghanistan menunjukkan bahwa peta geopolitik Asia terus bergerak. Afghanistan yang terkurung daratan berusaha mencari pintu keluar, dan laut menjadi simbol dari harapan Kabul untuk keluar dari isolasi Barat.
Dalam situasi ini, Kabul tampak menyadari bahwa untuk bertahan, mereka harus membuka diri, meskipun langkah itu mengharuskan kompromi dengan nilai-nilai yang selama ini mereka anggap mutlak. Pertanyaan besarnya, apakah Kabul siap membayar harga politik itu demi akses ke laut yang telah lama mereka dambakan?
Komentar
Posting Komentar